A Moment To Remember
#prolog
Semua terasa mimpi. terasa
kilat menyambar dengan tiba-tiiba. Mengungkapkan perasaan setelah 10 tahun
lamanya.. Cinta.. itu kata yang terlontar dan terus mengiang di benak dan
fikiranku. Takut menjadi pilihan karena perubahan ritual ini setelahnya. Benci
yang berkecamuk dan memanas hingga hatiku memakan otakku.
"memang mudah bagimu
untuk mengatakannya, mudah juga aku untuk menolaknya" tegasnya dengan
amarah yang memuncak
"aku berbohong selama
ini demi kamu. aku ga mau jujur karena kamu. karena untuk kebaikan kamu"
laki-laki itu terus memohon
"kebaikanku? kebaikan
apanya jika di kotori oleh kebohongan yang mengendap dalam otakmu" neda
tinggi mencuat
"ya aku salah, beri
aku kesempatan sekali lagi untuk kedua kalinya dan terakhir kalinya. maaf.."
menggenggam tangan gadis ini
"apa?" melepas
genggaman lelaki itu "kamu terus mengemis minta maaf selama sepuluh tahun
ini karena ini? karena kebohongan ini?" bentaknya
"engga, aku selalu
minta maaf kalau memang aku merasa salah.." lelaki itu terus menjelaskan
"salah? trus
kebohongan besar ini bukan kesalahan? dan pembunuhan.. pembunuhan yang terjadi
delapan belas tahun lalu bukan sebuah kesalahan?" air mata mulai terjun
berderai setelah kata pembunuhan dilontarkan oleh gadis ini
"itu bukan kesalahanku,
it.."
"lalu siapa? jelas itu
kesalahanmu karena telah berbohong padaku selama ini.." gadis ini dengan
cepat memangkas kata-kata lelaki itu
"tenangkan hatimu
dulu, aku tau ini hanya sebuah kesalah pahaman, dan aku yakin bisa membereskan
semuanya.." mohon lelaki itu
Sementara kendaraan terus
bersimpang siur di jalan yang terdengar bisingnya. Percakapan dengan nada
tinggi dan emosi itu terjadi di depan sebuah kantor besar, karena perang mulut
yang terjadi memicu terjadinya pusat perhatian pada keduanya..
"salah paham?
pembunuhan itu salah paham? pembunuhan yang disengaja itu sebuah kesalah
pahaman?" teriak gadis itu dengan nada tinggi dan air terjun yang keluar
dari pojong matanya
"maafkan aku.. aku
hanya ingin memperbaiki semuanya, kesalahanku dan semuanya" menggenggam
tangan gadis ini dengan erat penuh permohonan
"kembali? gaada yang
namanya bubur bisa jadi nasi lagi.. dan kambing ga mungkin berubah jadi
kucing"
Gadis ini melepaskan
genggaman lelaki itu dan berlari sekencangnya ke bahu jalan, namun lelaki itu
menangkap tanggannya. Karena emosi yang memucak, gadis ini terus lari dan...
#Satu
Malam ini hujan turun sangat deras mengguyur kota Jakarta. Beberapa orang berlari kesana kemari mencari tempat untuk berteduh. Kendaraan berlalu lalang dengan cepat hingga mencipratkan air ke pinggir jalan. Roda kendaraan berputar maju lebih cepat, seperti kendaraan lain yang melintas yang terlihat dari balik jendela kaca café.
Jam menunjukan pukul 7, detaknya terdengar di dalam café, diiringi music klasik bernada slow melengkapi suasana mala mini di café yang sedang dikunjungi Diana. Menyeruput secangkir coklat panas yang tersedia di atas meja sambil memandangi ponsel yang digenggamnya berharap mendapat telfon yang mungkin sekedar kabar dari seseorang, mungkin teman, sahabat atau.. pacar.
Diana berkhayal berharap punya seorang pacar, mungkin sekarang dia sedang menyeruput sacangkir coklat panas bersama, tapi mungkin sang pacar lebih suka kopi atau teh atau cappuccino. Bercerita apa yang terjadi hari ini di sekolah, tertawa dan “Diana…” prang.
Diana Putri, seorang cewek berambut lurus dan selalu mengikat rambutnya di tengah dan menyisakan rambut dibawahnya. Pandangan matanya tajam setajam duri pada batang bunga mawar. Tubuhnya yang tidak gemuk dan tidak kurus membuat dia terlihat cantik saat memakai baju apapun. Cuek, menjadi sikap terkenalnya di sekolah dan dapat memecahkan segala kebisingan yang ada di kelas.
Pecah khayalan Diana ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Diana tidak memutar kepalanya untuk mencari tahu suara siapa yang telah memanggil namanya. Alasan Diana tidak mencari tahu siapa yang telah memanggilnya selain karena dia tahu orangnya dan karena malu karena merasa orang itu norak seperti baru pertama kali bertemu.
Terdengar suara hentakan yang terdengar di telinga Diana dan semakin dekat ke mejanya. Seseorang menepuk pundak Diana yang Diana tahu dia adalah lelaki karena suara bass nya saat memanggil namanya tadi. Diana terkejut sedikiy sambil melukiskan senyuk kecut padanya yang langsung duduk di kursi yang menghadap Diana dengan seragam sekolah yang setengah basah akibat diguyur hujan.
Reyhan Anggara namanya, seorang cowok dengan tampilan simple tapi tetap terlihat keren. Secara fisik, dia berwajah manis dengan bentuk wajahnya yang oval. Tubuhnya jangkung berotot berkulit putih dan berambut lurus. Dari semua yang ada pada dirinya Diana paling suka jika Reyhan memakai kemeja dan sweter.
Seperti biasa, Reyhan termasuk orang yang langsung to the point dan suka menggoda.
“hey.. katanya lagi diet tapi ngajakin ketemuan disini..” Reyhan meledek Diana. Raut wajah Diana berubah kesal dan mata tajamnya menusuk ledekan Reyhan
“yaelah gue becanda kali” Diana tertawa puas melihat raut wajah Reyhan yang berubah takut pada Diana.
“Bisa aja lo bikin gue takut, tapi emang lo lagi diet kan? Ngapain ngajakin ketemuan disini” dengan tanpa ekspresi.
“lagian disini juga gamakan ko, dan pengen pulang bareng aja” Diana terus terang.
“yakin Cuma itu? Coba gue tebak, pasti lo kangen kan sama gue, seharian ini kan kita ga ketemu” ledek Reyhan.
“dih siapa? Kangen? Kepedean lo” Diana menyela nya sambil menahan senyum.
“tapi tebakan gue bener kan? Gausah nahan senyum gitu deh” Diana tertawa kecil sambil malu-malu menandakan kebenaran akan tebakan Reyhan. Reyhan ikut tertawa dan terus meledek Diana.
Jarum jam yang paling pendek menunjuk angka delapan lewat tiga puluh. Hujan sedikit reda. Orang-orang yang berteduh depan café pun pergi satu persatu. Diana dan Reyhan masih didalam café, mala mini Diana merasa sangat bahagia. Dan tidak ingin melupakan malam ini. Atau setaip waktu yang dilewatinya bersama Reyhan.
#Dua
Alunan slow musik terdengar beberapa senti dari belakang tubuh Diana yang keluar dari speaker ponselnya. Waktu berjalan seakan lebih lambat dari biasanya. 3 hari lagi masuk sekolah. Liburan usai. Walau liburan tiba Diana disibukkan dengan kegiatan personalnya seperti latihan renang, golf, dan rapat-rapat kantor. Sedang Reyhan disibukkan dengan perjalan bisnis keluar negrinya karena sebentar lagi dia yang akan jadi penerus perusahaan ayah.
Usia Diana menginjak 17 tahun begitupun Reyhan. Berkeliling dunia bukan karena liburan tapi mengunjungi kantor cabang yang ada di luar negri untuk meeting. Di usia Diana yang seharusnya merasakan bermain dan hangout bersama teman-temannya tapi tergerus habis oleh kepentingan keluarga dan masa depan.
Diana tidak bias menyembunyikan rasa rindunya pada Reyhan. 3 minggu lamanya, karena biasanya Diana ditemani oleh Reyhan. Diana memutar balikan badannya dan menggenggam ponselnya dan mencari kontak bernama Reyhan dicobanya menghubungi Reyhan dan yang menjawab bukan Reyhan melainkan operator dan memberitahu nomor yang dituju berada diluar jangkauan. Diana memejamkan matanya dan mencoba menghilangkan rasa rindunya pada Reyhan.
Ponsel Diana berdering dengan lagu Jessi J – Flashlight sebagai nada panggilnya. Bara. Nama itu tercantum di layar panggilan telfon. Bibir Diana melukiskan senyum lebar. Diana berharap Bara bias mengobati rasa kesepian dan rindunya. Digesernya ikon hijau di layarnya.
“hai.. Di” sapa Bara seperti biasanya.
“Kenapa?” nada dinginnya Diana keluar seperti biasa.
“lo dimana?” Tanya Bara dengan nada suaranya yang khas menunjukan sisi gentle-nya.
“dirumah, gue bosen banget nih, bisa gila gue ga keluar rumah” Diana bangkit dari posisi tidurnya.
“emang hari ini ga ada jadwal?” Tanya Bara.
“ada, tapi nanti malam. Lo lagi sibuk ga?” sambil berusaha menyandarkan punggungnya ke dan meluruskan kakinya yang terlihat jenjang.
“hmm, ga sibuk banget sih, yaudah nanti gue jemput jam 3. Ke gramed aja ya, ada buku yang mau gue beli” dengan cepat Bara bicara.
“yaud.. ah.. selalu deh langsung dimatiin” Diana dengan kesal melempar ponselnya ke bantal dan bangkit untuk memilih baju yang akan digunakan karena sekarang jam menunjukan pukul dua lewat sepuluh.
Diana menggunakan celana blue jeans polos dan t-shirt lengan pendek berwarna putih dan jaket rompi tanpa lengan berwarna biru. Tidak banyak accesoris yang digunakan, hanya kalung panjang dengan liontin berbentuk gelas dan beberapa gelang di pergelangan tangannya. Digunakannya sepatu kets putih dan tas kecil yang bersanding di bahu kirinya. Tak lupa diikat seluruh rambutnya karena Bara tidak suka melihat rambut Diana yang terurai berantakan lain hal dengan Reyhan.
Nabara Dharma. Dengan nama panggil Bara. Seorang cowok yang merupakan sahabat Diana dan Reyhan sejak kecil. Entah bagaimana mereka bias mempertahankan persahabatan samapai saat ini yang menginjak usia persahabatan 10 tahun. Bara tipikal orang yang tidak banyak bicara dan sangat serius terhadap apapun. Rambutnya bergaya blonde, bola matanya berwarna cokelat muda. Tinggi semampai dan tubuhnya penuh dengan otot yang seimbang dengan tubuhnya. Bara termasuk seorang yang ditakuti disekolah karena sikapnya kadang kasar jika sedang marah dan emosinya yang sulit terkendali. Bara juga merupakan seorang yatim.
Tepat pukul 3. Bibi mengetuk pintu kamar Diana dan memberitahu bahwa Bara sudah sampai. Diana segera turun setelah mengambil ponselnya di atas bantal. Bara dating dengan sebuah mobil, tapi bukan dia yang mengendarainya, ada supir yang menyetir dan setia mengantar Bara kemana pun.
Bara berdiri di depan pintu mobilnya dan tersenyum melihat Diana. Bara menggunakan kemeja panjang kotak berwana hitam merah yang sedikit digulung sampai kesiku dan sepatu kets cokelat yang membuatnya terlihat casual namun tetap keren. Diana menyukainya jika Reyhan dan Bara menggunakan style seperti itu.
**
Sampai di gramed. Bara memulai obrolan dan menanyakan Reyhan.
“udah ada kabar dari Reyhan?” Tanya nya dengan ekspresi yang sulit dilukiskan.
“belum”. Jawabnya singkat
“mungkin gasempet atau lupa kali” Dengan nada rendah Bara bicara seakan menunjukan bahwa dirinya sedang cemburu.
“gatau deh, biar aja. Gue juga ga mikirin banget” Diana yang tidak mengerti perasaan seseorang dengan gamblang dan secara jujur mengatakannya membuat Reyhan berhenti melangkah sebentar lalu memberi senyum kecut karena Bara merasa dibalik sikap Diana yang dingin sudah pasti dia menyimpan rindu, karena Diana tidak menyadari perasaannya.
Jam menunjukan pukul lima lebih dua lima. Diana membaca buku berjudul “Kenangan yang akan Diingat” dan memberitahu Bara kalau ceritanya seseorang yang lelah akan kegiatan hidupnya dan bertukar sementara. Bara hanya mengiyakan dan tetap fokus pada buku bacaannya mengenai bisnis dan perkembangannya.
Waktu terus berjalan, posel Diana bergetar dan getarannya terasa hingga ke kulit pahanya, ketika Diana akan mengambilnya dari saku celana. “Ahh” keluh Diana memeluk perutnya dan menjatuhkan buku bacaannya lalu tersungkur ke lantai, karena sakit yang amat perih menusuk perutnya. Diana pingsan. Diana sudah beberapa kali pingsan begitu perutnya sakit. Bara yang berada di sampingnya langsung menggendongnya dan membawanya kerumah sakit segera. Di rumah sakit Diana menjalani serangkaian pemeriksaan dan ketika sadar suster sedang memeriksanya. Beberapa jam setelah Diana sadar dia dipindahkan ke ruang inap. Diana ingin menghubungi Reyhan atau Bara tapi ponsel dan barang-barangnya tidak ada, dimeja maupun di sekitarnya. “suster.. liat hp saya gak?” Tanyanya, suster hanya menggelengkan kepalanya. Jam menunjukan pukul empat belas lewat dua puluh tujuh menit yang menggantung di tembok bagian atas. Jendela dibasahi titik-titik air hujan yang berjatuhan. Sejenak Diana memejamkan matanya.
Pintu ruangan terbuka cepat hingga terdengar seperti menabrak, menabrak tembok. Mata Diana terbelalak kearah pintu karena terkejut. Reyhan lari menuju tempat tidur Diana dengan nafas yang terengah-engah dan langsung menggenggam tangan Diana kuat-kuat.
“maaf gue..” sambil menjatuhkan lututnya ke lantai dan menundukan kepala.
“gapapa.. ini juga kan bukan yang pertama kali.. Gue juga udah baikan ko sekarang” dengan cepat Diana memangkas kata-kata Reyhan.
“gue heran, kenapa selalu Bara yang ada disamping lo saat lo kayak gini” Reyhan menatap seakan penuh cemburu yang membakar hatinya.
“tapi saat disamping lo gue merasa bahagia.. dan mungkin manusia paling bahagia di dunia ini” Diana tersenyum menggoda lalu mereka tertawa bersama.
“kali ini lo harus dirawat sampe bener-bener gapapa” Reyhan dengan nada sedih.
“tapi gue gapapa ko. Ya Cuma kadang-kadang aja, mungkin sakit perut karena mau PMS. Segala dibawa kerumah sakit” elak Diana.
“lo tetep harus ngikutin prosedur rumah sakit” tegas Reyhan.
“ya percuma aja kalo gue Cuma sakit perut gara-gara PMS doing mah..”
“lo nih yah susah banget dibilangin. Kalo bukan karena PMS gimana?” kesal Reyhan dengan nada tinggi.
“ha? Trus emang gue sakit apa?” Reyhan terdiam “woy, gue sakit apa emang? Rey?” tak ada jawaban dari Reyhan.
“udah gausah difikirin.. gue hubungin Bara dulu bentar sekalian beli cemilan dan minuman” gugup Reyhan terlukis diwajahnya.
“nih orang kalo ditanya.. ah bodo amat lah. Positive thinking aja Di..” gerutu Diana saat Reyhan meninggalkan ruangannya.
Dua minggu Diana dirawat dan menjalani serangkaian pemeriksaan lanjut. Padahal Diana tidak merasakan sidikitpun rasa sakit lagi pada perutnya. Karena sifat Diana yang cuek, Dia hanya menurut saja apa yang terbaik untuknya.
Diana bersiap akan pulang dan masih menunggu serketaris Fei menjemputnya sambil mendengarkan music bernada klasik yang terdengar melalui speaker earphone-nya. Pintu ruangan terbuka, bukan serketaris Fei yang menjempunya, melainkan Reyhan.
“Serketaris Fei mana?”
“Dia gabisa jemput karena masih ada urusan katanya” elak Reyhan
“alah bohong, ada juga lo aja yang pengin jemput gue. Yaudah bawain tuh tas gue” Diana berjalan keluar ruangan tanpa menunggu Reyhan dan earphone masih terpaku di telinganya.
“eh, masih mending gue mau jemput” sambil mengejar Diana
“siapa juga yang mau dijempu sama lo? Bara mana? Ko dia gaikut?” Diana terus melangkah tanpa mengubah ekspresinya yang dingin.
“dia dirumahnya. Senin ada UTS makanya gabisa jemput bare…”
“ha? Senin UTS? Serius? Lembur deh..” Diana memangkas kata-kata Reyhan dan eksperisnya yang dingin berubah layu.
“tenang aja, gue udah bikini rangkuman buat lo selama lo gamasuk, tinggal lo baca aja, trus kal,,”
“ah makasih, yaudah cepet, gue mau belajar..” lagi-lagi Diana mengkasnya dan melangkah lebih cepat menuju parkiran. Reyhan hanya tersenyum menatapnya.
***
Hari senin tiba secepat kilat. Siswa banyak yang mulai berdatangan diantar supir dengan mobil pribadi yang mangantri di depan lobby sekolah. Banyak juga siswa yang sudah datang dan belajar dengan giat dan caranya masing-masing. Ada beberapa siswa yang belajar sambil mendengarkan lagu, makan, berdandan, bahkan ada yang belajar di toilet.
Sekolah, masa-masa yang indah yang tidak akan terulang kedua kalinya. Suka-duka, tawa, cinta. Setiap detiknya akan terasa sempurna dan indah apabila ada cinta. SMA Harapan Tinggi. Sekolah swasta yang didirikan oleh orangtua Reyhan. Sulit mendaptkan peringkat teratas di sekolah ini. Selama 2 tahun ini selalu Diana, Reyhan dan Bara yang menempati posisi 3 besar dan secara acak bergantian disetiap ujian sekolah dengan posisi yang tidak berubah.
Di sekolah ini, kadang juga ada kasus pembulian. Hanya karena seorang murid yang orang tuanya berprofesi sebagai karyawan perusahaan dan bukan anak dari direktur perusahaan selain itu, anak dari direktur yang perusahaannya bangkrut pun di bully hingga merasa putus asa dan memilih jalan pendek. Menuntutnya? Hanya ada tuduhan balik atas pencemaran nama baik dan yang punya kekuasaan adalah pemenangnya. Dunia yang semakin keras ini hanya uang yang mampu bicara.
Diana turun dari mobil yang juga dinaiki Reyhan. Mereka langsung masuk ke kelas dan belajar untuk ujian yang kira-kira dua puluh lima menit lagi akan dimulai.
**
Hari terus berangsung menyapu jadwal ujian menuju hasil ujian. Sebelum diberikan ke siswa, SMA Harapan Tinggi mengirimnya ke orang tua siswa melalui email serta peringkat yang didapatkan oleh siswa.
Hasil ujian dibagikan ke siswa namun peringkat tidak tertera di dalamnya. Kertas putih besar tertempel di lobby sekolah yang menunjukan data peringkat siswa. Diana mandapat peringkat ke 3, Bara peringkat 2 dan Reyhan memimpin di peringkat 1 dengan nilai sempurna. Diana seketika diam dan berjalan berbalik arah menuju kelas dan wajahnya yang dingin menunjukan ekspresi layu dan takut di matanya. Bara dan Reyhan berjalan tersenyum dari arah sebaliknya. Diana terhenti dan menatap keduanya. Tanpa pikir panjang Diana lari berbelok kearah kanan menuju toilet dengan air mata menetes. Bara dan Reyhan menghampiri kertas putih itu, setelah melihatnya sekejap, mereka langsung menghampiri Diana dan menunggunya di depan toilet perempuan. Setengah jam menunggu Reyhan mencoba menghubunginya dan Bara teriak ke arah dalam toilet, Diana tidak keluar dan tidak mengangkat telfon Reyhan. Reyhan dan Bara tidak gentar menunggu hingga Diana keluar setelah menenangkan diri sendiri di dalam toilet dan matanya sembab membengkak, terdengar nada panggil dari handphone Diana. Diana melihat nama kontak yang tercantum dan membuat Diana semakin lemas. Reyhan membanting handphone Diana dan mengajaknya keluar sekolah untuk memperbaiki mood bersama Bara. Namun ketika…
Terima kasih sudah membaca…..
Tunggu kelanjutan ceritanya ya…..
Komentar
Posting Komentar